JAKARTA – Selama bertahun-tahun, Desa Batanguru terbelenggu dalam kegelapan. Satu-satunya sumber penerangan yang dimiliki warga hanyalah lampu “templok” berbahan bakar minyak tanah. Pasokan listrik dari PLN belum menjangkau desa yang terletak di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut ini. Kegelapan menjadi “santapan” sehari-hari, sementara penerangan yang terbatas pun dianggap sebagai nikmat yang patut disyukuri.
Desa Batanguru terletak di Jalan Poros Polewali-Mamasa, sekitar 6 kilometer ke arah timur dan 13 kilometer dari Sumarorong, ibu kota Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat. Desa ini berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Sebanyak 98% penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, terutama mengusahakan kopi, padi, dan ternak. Namun, hasil produksi pertanian mereka, baik kopi, padi, maupun komoditas lainnya, masih tergolong minim.
Proyek kelistrikan di Desa Batanguru pertama kali digagas pada tahun 1992 dengan memasang sebuah turbin mikrohidro. Pembangunan turbin ini sepenuhnya dibiayai oleh swadaya masyarakat. Turbin tersebut mampu menghasilkan tenaga listrik sekitar 3 KVA, melayani sekitar 40 kepala keluarga (KK) dengan daya 75 watt per KK. Kemudian, pada tahun 1993 hingga 1996, masyarakat bekerja sama dengan Yayasan Turbin Desa (Helmut Sower) untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas turbin. Pada tahun 1997, kapasitas turbin ditingkatkan menjadi 5 KVA, melayani 50 KK dengan daya 100 watt per KK. Hasilnya, penerangan di desa menjadi jauh lebih baik, dan masyarakat mulai merasa puas. Bahkan, beberapa warga mulai terinspirasi untuk membeli televisi. Keberhasilan ini juga memicu desa-desa sekitarnya untuk membangun pembangkit listrik mikrohidro serupa.
Pada tahun 2001, pembangkit listrik mikrohidro kembali dibangun di Dusun Paladan dengan kapasitas 10 KVA, yang juga melayani Dusun Minanga. Proyek ini dibiayai oleh swadaya masyarakat dan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Dua tahun kemudian, pada tahun 2003, turbin dengan kapasitas 6 KVA dibangun di Dusun Ratte, melayani 90 KK dengan daya 65 watt per KK.
Tahun 2006 menjadi tahun penting bagi Dusun Minanga, di mana sebuah turbin berkapasitas 8 KVA dibangun dengan fasilitasi dari SoFEI Makassar. Turbin ini melayani 47 KK. Pada November 2007, turbin tersebut dilengkapi dengan penggilingan padi yang dikoneksikan secara mekanik oleh MHPP. Pada tahun yang sama, turbin berkapasitas 6 KVA juga dibangun di Dusun Kollonglau, melayani 43 KK.
Seiring bertambahnya kebutuhan listrik, pada tahun 2008, kapasitas turbin di Dusun Ratte ditingkatkan menjadi 28 KVA, melayani 138 KK. Di Dusun Salubungin, turbin yang sebelumnya digunakan untuk perbengkelan juga ditingkatkan kapasitasnya. Selain itu, dibangun satu unit turbin baru dengan dana swadaya masyarakat, sehingga terdapat dua unit pembangkit dengan kapasitas masing-masing 7 KVA untuk melayani kebutuhan perbengkelan.
Saat ini, Desa Batanguru memiliki lima unit pembangkit listrik mikrohidro. Tiga unit dengan total kapasitas 42 KVA digunakan untuk konsumsi masyarakat, termasuk fasilitas umum dan industri rumah tangga. Dua unit lainnya dengan kapasitas 14 KVA khusus digunakan untuk perbengkelan. Meskipun demikian, masih ada lima KK di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh jaringan turbin. Untuk mengatasi hal ini, mereka dilayani dengan TC 60 (produksi Chihanjuang). Dengan demikian, 100% penduduk Desa Batanguru, yang terdiri dari 197 KK, telah menikmati listrik dan terbebas dari kegelapan.
sumber tulisan: Kementerian ESDM RI – Media Center – Arsip Berita – Habis Gelap Terbitlah Terang, Desa Batanguru Mandiri Energi