Perizinan Bidang Energi Baru Terbarukan

Dasar Hukum Penerbitan Perizinan Energi Baru Terbarukan:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi;
3. Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain;
4. Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar lain;
5. Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar lain;

Jenis dan Syarat Perizinan Energi Baru Terbarukan

1. lzin Pemanfaatan Langsung Panas Bumi.
   Dengan persyaratan sebagai berikut:
   • Permohonan diajukan kepada Gubernur Sulawesi Barat c.q. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Barat
   • Izin Pemanfaatan Langsung dapat diberikan setelah mendapat izin lingkungan di bidang perlindungan  dan pengelolaan lingkungan hidup.
     
2. Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dengan kapasitas penyediaan di atas 5.000 (lima ribu) sampai dengan 10.000 (sepuluh ribu) ton pertahun

1. Permohonan ditujukan kepada Gubernur Sulawesi Barat c.q. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Barat, dengan melampirkan antara lain :
   • akta pendirian Badan Usaha dengan lingkup usaha bidang energi;
   • biodata Badan Usaha;
   • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
   • Surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP);Surat Keterangan Domisili Badan Usaha;
   • Surat pernyataan tertulis di atas materai mengenai kesanggupan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
   • Surat pernyataan tertulis di atas materai mengenai kesediaan dilakukan inspeksi lapangan oleh Direktorat Jenderal.
2. Izin diberikan dalam jangka waktu maksimal 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang.